Kongreske-16 di Padang pada 1986, HMI pecah menjadi dua, yaitu biasa kita kenal dengan nama HMI DIPO dan HMI MPO. Hal ini terjadi lantaran HMI yang notabene adalah organisasi yang berasaskan Islam harus diganti dengan Pancasila. Kader yang menerima HMI berasaskan Pancasila disebut kader HMI DIPO sedangkan sisanya kader yang tetap setia pada Bukan saling membenci atau saling menyalahkan atas perbedaan," kata Mahfud dilansir dari edunews.id. Mahfud juga menyinggung adanya 'faksi' MPO dan Dipo di HMI yang terpecah sekitaran tahun 80an bukanlah hal yang substansi yang perlu diperdebatkan. "Saya ingin sampaikan, kalau misalnya HMI MPO atau Dipo tak bisa bersatu. Selainitu juga turut disaksikan Arief Rosyid Hasan (Ketum PB HMI Periode 2013-2015), Muzakkir Djabir (Ketum PB HMI MPO 2005-2007), Chozin Amirullah (Ketum PB HMI MPO 2009-2011), dan Kanda Awalil Rizky (Panitia Kongres HMI (MPO) pertama di Yogya), Puji Hartoyo Ketum PB HMI (MPO) Periode 2013-2015 dan Erwin Singajuru. KongresHMI yang seharusnya berlangsung dari tanggal 22 - 26 November 2015, hingga hari ini belum juga selesai. . - Himpunan Mahasiswa Islam HMI adalah salah satu organisasi massa yang ikut mengawal perkembangan Indonesia di awal kemerdekaan. Organisasi ini lahir atas prakarsa 15 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam STI, yang kini menjadi Universitas Islam Indonesia UII di tahun 1947. Lafran Pane adalah salah satu tokoh yang mencetuskan ide pendirian HMI. Saat itu, dia melihat dan menyadari bahwa mahasiswa Islam yang hidup di zamannya, umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agama. Penyebabnya adalah sistem pendidikan dan kondisi masyarakat yang belum terlalu mendukung pelaksanaan agama di dalam kehidupan itu, demi mengubah keadaan, maka perlu dibentuk sebuah organisasi. Organisasi mahasiswa ini diharapkan dapat mengantarkan mahasiswa mengikuti pembaruan atau inovasi di berbagai bidang, sekaligus mengakomodasi pemahaman dan penghayatan ajaran agama yaitu agama Islam. Mengutip laman HMI, pada 5 Februari 1947, Lafran Pane mengadakan rapat mendadak dengan mengambil waktu pada jam perkuliahan Tafsir. Rapat dilakukan di salah satu ruang kuliah STI yang saat itu berdomisili di Jalan Setiodiningratan Jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta. Lafran mengatakan persiapan untuk pembentukan organisasi mahasiswa Islam sudah beres. Lalu, ajakan Lafran tersebut disambut 14 mahasiswa STI lain yang hadir dalam rapat. Akhirnya, terbentuklah HMI dengan menerima siapa pun yang ikut bergabung dan tidak menggubris lagi dengan siapa pun yang menentangnya. Dan, secara lengkap tokoh yang menghadiri berdirinya HMI saat itu adalah Lafran Pane Yogya, Karnoto Zarkasyi Ambarawa, Dahlan Husein Palembang, Siti Zainah Palembang, Maisaroh Hilal Singapura, Soewali Jember, Yusdi Ghozali Pendiri PII-Semarang, Mansyur Anwar Malang, Hasan Basri Surakarta, Marwan Bengkulu, Zulkarnaen Bengkulu, Tayeb Razak Jakarta, Toha Mashudi Malang, dan Bidron Hadi Yogyakarta. Ada dua tujuan yang hendak dicapai atas berdirinya HMI. Pertama, mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dalam rapat pendirian itu turut mengesahkan anggaran dasar HMI. Sementara untuk Anggaran Rumah Tangga dibuat kemudian. Agar mengukuhkan eksistensi HMI, dibentuk pengurus HMI yang pertama dengan susunan Ketua Lafran PaneWakil Ketua Asmin NasutionPenulis I Anton Timoer DjailaniPenulis II Karnoto ZarkasyiBendahara I Dahlan HuseinBendahara II Maisaroh Hilal, SoewaliAnggota Yusdi Gozali, Mansyur Seiring berjalannya waktu, HMI makin diterima oleh para mahasiswa muslim Indonesia. Nama HMI makin besar. Namun, ada gejolak yang membuat HMI menjadi terpecah menjadi dua. Konflik internal terjadi setelah Kongres HMI ke 15 di Medan pada 1983. Tiga tahun setelah itu, atau pada 1986, HMI memutuskan menerima asas tunggal Pancasila yang dijalankan oleh rezim Orde Baru. Dengan demikian, asas HMI bukan lagi Islam, melainkan Pancasila. Pertimbangan mengubah asas ini cenderung alasan politis dan adanya tawaran-tawaran menarik di balik itu. Akhirnya, sebagian keluarga besar HMI tidak terima dengan keputusan tersebut dan memilih bertahan dengan membuat HMI berasas Islam. Jadilah dua versi HMI. Pertama, HMI Dipo HMI yang berkantor di Jalan Diponegoro Jakarta. Kedua, HMI MPO Majelis Penyelamat Organisasi. Posisi HMI saat itu memang dilematis. Jika tidak mengganti asasnya, maka terancam dibubarkan oleh rezim Orde Baru. Lalu, dalam Kongres HMI di Padang diputuskan menerima asas tunggal Pancasila. Pemerintah saat itu hanya mengakui HMI Dipo sebagai organisasi yang resmi. Tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998, membawa angin segar di tubuh HMI. Pada Kongres HMI di Jambi tahun 1999, HMI Dipo memutuskan untuk mengembalikan asas Islam di tubuh organisasi. Sayangnya, antara HMI Dipo dan HMI MPO tidak otomatis menyatu kembali seperti sedia kala meski keduanya berasas antara HMI Dipo dan HMI MPO memiliki perbedaan karakter dan tradisi keorganisasian. HMI Dipo dinilai lebih dekat dengan kekuasaan dan cenderung pragmatis. Sebaliknya, HMI MPO masih mempertahankan sikap kritis pada penguasa. Meski demikian, HMI telah memberikan sumbangsih besar pada perkembangan negara Indonesia. Banyak jebolan HMI yang menjadi tokoh nasional. Misalnya mantan wakil presiden Jusuf Kalla, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie, Yusril Ihza Mahendra, Amien rais, Ade Komarudin, Hamdan Zoelva, Fadel Muhammad, dan masih banyak juga Kader HMI Pukuli Jurnalis Persma Unindra yang Kritisi Omnibus Law AJI-LBH Pers Kecam Kader HMI yang Pukuli Jurnalis Persma Unindra - Politik Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Alexander Haryanto O esmalte dentário é camada mais externa do órgão dental e tem como função revestir e proteger a coroa dos dentes. Seu desenvolvimento é conhecido como amelogênese e consiste em três fases formação, mineralização e maturação. Na primeira fase ocorre a formação da matriz orgânica, passando para a mineralização, na qual são adquiridos os conteúdos minerais e, por fim, é na fase de maturação onde ocorre a calcificação do esmalte. Agressões locais ou sistêmicas aos ameloblastos, durante esse período, podem ocasionar distúrbios de desenvolvimento do esmalte dentário, acarretando em marcas definitivas em sua estrutura. A Federação Dentária Internacional FDI classificou os defeitos observados no esmalte em quantitativos e qualitativos. Defeitos quantitativos Ocorrem como consequência de uma alteração na formação da matriz orgânica do esmalte. A hipoplasia, por exemplo, onde a espessura do esmalte é reduzida. Ela se apresenta como poros profundos, ranhuras horizontais ou verticais e zonas com ausência total ou parcial de esmalte. Defeitos qualitativos Tem-se a hipomineralização, que apresenta uma espessura normal do esmalte, porém há interrupção em sua maturação, que leva a uma menor densidade mineral, resultando em um esmalte poroso e friável. Características Clínicas A hipomineralização acomete um ou mais primeiros molares permanentes, podendo ou não acometer os incisivos permanentes. Esta ocorrência assimétrica pode ser explicada pelo fato dos ameloblastos serem afetados pela desordem sistêmica em uma fase muito específica do seu desenvolvimento. Ao passo que, na presença de um defeito severo em um elemento dental, o dente contralateral também pode ser afetado. Clinicamente a HMI pode ser confundida com fluorose dentária, amelogênese imperfeita e hipoplasia. A fluorose dentária ocorre em dentes homólogos com manchas esbranquiçadas semelhantes a riscas de giz, devido à exposição crônica do elemento ao flúor durante sua formação. A amelogênese imperfeita trata-se de uma alteração hereditária com envolvimento genético, podendo afetar toda a dentição ou determinado grupo dentário, a hipoplasia é uma alteração que ocorre durante a fase de secreção, levando a uma mudança na quantidade do esmalte, ficando assim, com uma menor espessura. Já a HMI se apresenta como uma alteração onde o elemento possui áreas de opacidade bem delimitadas com alteração da coloração, no entanto a espessura do esmalte é normal. Na maioria dos casos relatados, os dentes mais afetados por HMI são os primeiros molares permanentes, devido ao momento de erupção na cavidade oral, seguido dos incisivos permanentes. A Academia Europeia de Odontopediatria EAPD, em 2003, definiu as lesões de HMI, de acordo com o grau de severidade, em cinco grupos opacidade demarcada, fratura pós-eruptiva, restauração atípica, exodontia por HMI e não erupcionado . As opacidades foram didaticamente divididas em leve, moderada e severa, sendo respectivamente representadas por mancha branca, amarela e marrom. Já com relação à perda de estrutura de esmalte, esta é mais frequente nos molares permanentes, devido a maior força mastigatória incidida sobre eles. Etiologia A etiologia dessa alteração ainda não é totalmente conhecida, e acredita-se ser multifatorial, havendo a hipótese de envolvimento genético, fatores sistêmicos e ambientais. Na fase pré-natal destacam-se as complicações gestacionais, tais como doenças respiratórias, ao passo que, no período perinatal, pode haver parto prematuro, baixo peso ao nascer associado ou não a falta de oxigênio e doenças nos três primeiros anos de vida, como varicela, sarampo, rubéola, asma, otite, infecção urinária, amigdalite, doença celíaca, histórico de febre alta e uso frequente de antibióticos. O uso de antibiótico, particularmente a amoxicilina, e sua relação com a etiologia da HMI, durante os três primeiros anos de vida da criança, está embasada no efeito da droga sobre os ameloblastos, antecipando o início da amelogênese ou acelerando a taxa de deposição do esmalte, ou ainda pode ser atribuída à doença infecciosa que levou ao uso da medicação ou até mesmo, por todo contexto inflamatório e infeccioso. Aos contaminantes ambientais, como a dioxina gerada pelas indústrias, seu transporte pelo leite materno e/ou via placentária, influencia na mineralização da estrutura dentária esmalte e dentina, pelo fato de ser armazenada no interior das gorduras corpóreas. Já o bisfenol está presente em diferentes tipos de plástico, como mordedores, chupetas e mamadeiras, e atua diretamente no gene responsável pela secreção e degradação da matriz do esmalte Tratamento Mediante a falta de esclarecimento sobre a etiologia da HMI, a literatura apresenta uma discordância com relação ao seu tratamento. Desta forma, fatores como idade, presença de anomalias dentárias, presença de aparelhos ortodônticos e o grau de severidade da HMI, podem influenciar no planejamento do tratamento. O diagnóstico precoce é de extrema relevância, pois tem o intuito de promover uma terapêutica dessensibilizadora e prevenir o aumento da severidade das lesões. A escolha de medidas preventivas e/ou curativas vai depender do momento no qual foi realizado o diagnóstico e do grau de severidade da lesão. Como medidas preventivas, pode-se ressaltar o aconselhamento dietético, por meio da orientação de redução do consumo de alimentos ácidos e ricos em açúcar, por promoverem o aumento da sensibilidade dentinária e pelo potencial cariogênico, respectivamente. Instrução de higiene oral e do uso de dentifrícios fluoretados, com concentração acima de partes por milhão de flúor, que auxiliam na precipitação de fluoreto de cálcio na superfície do esmalte. Com relação as medidas curativas, estas serão instituídas de acordo com a extensão dos defeitos. Leves Aplicação de verniz fluoretado com o objetivo de remineralizar. Nos molares indica-se o uso de selantes de fóssulas e fissuras, devido a maior susceptibilidade em desenvolver lesões cariosas por conta de presença de irregularidades. Já nos incisivos, indica-se o tratamento microabrasivo com ácido clorídrico a 18% ou ácido fosfórico a 37,5%, ambos associados à pedra pomes, com o intuito de devolver a estética através de um mínimo desgaste da superfície do esmalte, promovendo um polimento da superfície e deixando-a menos propensa à desmineralização. Moderados Verniz fluoretado. A restauração com cimento de ionômero de vidro modificado por resina nos molares, auxilia na remineralização da superfície e aumenta a capacidade de adesão do esmalte. Nos incisivos preconiza-se a restauração com resina composta. Severos Inicialmente deve-se avaliar a condição pulpar do referido dente, caso necessário realizar a endodontia com posterior restauração com CIV modificado por resina, finalizando com a fase protética por meio de coroas parciais, totais ou facetas estéticas. Em casos mais severos e com prognóstico duvidoso, pode-se considerar a extração dos dentes afetados. Por conta da hipersensibilidade gerada pela inflamação pulpar, encontra-se maiores dificuldades em obter sucesso na anestesia, tornando o manejo do paciente mais complexo. Para uma maior eficácia do tratamento e diminuição dos estímulos dolorosos, indica-se o uso de anti-inflamatórios não esteroidais, 30 minutos antes do tratamento, auxiliando no aumento do limiar da dor e, como anestésico local, o sal anestésico articaína 4% pela técnica terminal infiltrativa, por sua capacidade de difundir-se através dos tecidos com maior confiabilidade do que os outros anestésicos locais, proporcionando também maior durabilidade anestésica. Estudos a respeito da HMI são necessários pois é um defeito do esmalte ainda pouco relatado, sendo muitas vezes diagnosticado de forma equivocada pelo fato de se assemelhar à outras anomalias de desenvolvimento do esmalte, o que remete à importância de uma anamnese completa. Seu diagnóstico precoce possibilita a realização de condutas preventivas, evitando assim, o agravamento da severidade das lesões e consequentemente reduzindo os danos provocados pela ocorrência da HMI, possibilitando uma melhor qualidade de vida do indivíduo que apresenta esta alteração. Carolina Camargo Mesquita Cirurgiã-Dentista CRO/SP 130423 1798160-3454 Instagram Cahmes Facebook Carolina Mesquita Matérias Relacionadas Diastemas, Qual a Melhor Opção? Cirurgião-Dentista no Hospital. Pode? Deve! Moldagem Quais São os Materiais e as Técnicas? Referências Mesquita CC, Santos NRC, Souza ACB, Pinha BT, Costa CS, Rodrigues TO. Hipomineralização molar-incisivo da etiologia ao tratamento. Revista Eletrônica de Odontologia e Clínica Integrada da UNIRP – Universitas, São José do Rio Preto, São Paulo, Brasil, Dez 2018. Edição v. 2, n. 2, 2018. Weerheijm KL, Duggal M, Mejàre I, Papagiannoulis L, Koch G, Martens LC, et al. Judgement criteria for molar incisor hypomineralisation MIH in epidemiologic studies a summary of the European meeting on MIH held in Eur J Paediatr Dent. 2003;43110-3. Da Costa-Silva CM, Jeremias F, Souza JF, Cordeiro RCL, Santos-Pinto L, Zuanon ACC. Molar incisor hypomineralization Prevalence, severity and clinical consequences in Brazilian children. Int J Paediatr Dent. 2010;20426-34. Souza JF, Jeremias F, da Costa-Silva CM, Zuanon ACC, Santos-Pinto L, Cordeiro RCL. Hipomineralización incisivo y molar diagnóstico diferencial. Acta Odnt Venez. 2011;4931-8. Júnior IFS, Aguiar NL, Barros WRC, Silva LS, Arantes DC, Nascimento LS. Prevalence and Severity of Molar Incisor Hypomineralization in Students of Belém, Brazil. Braz Res in Ped Dent and Int Clin. 2015;151377-85. Hanan SA, Filho AOA, Medina PO, Cordeiro RCL, Santos-Pinto L, Zuanon ACC. Molar-incisor hypomineralization in schoolchildren of Manaus, Brazil. Braz Res in Ped Dent and Int Clin. 2015;151309-17. Fayle SA. Molar incisor hipomineralisation restorative management. Eur J Paediatr Dent. 2003;43121-6.

perbedaan hmi dipo dan mpo